Sabtu, 15 Juni 2013

Bab 13/14 Revisi - 3.Kreatifitas Individu Dan Team Proses Inovasi

Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas  merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru,  sedangkan  inovasi adalah  melakukan  sesuatu yang baru. Hubungan  keduanya  jelas. Inovasi merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan  kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang meliputi  strategi,  taktik, dan eksekusi. Dalam  pitching  konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara konseptual apa yang  disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak  berdampak pada  perusahaan  karena  mandek di  tingkat  eksekusi.  Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang, tetapi  eksekusinya  harus  melibatkan  banyak orang, mulai  dari  atasan  hingga bawahan. Di sinilah mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan.
Itu sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu berinovasi  secara konsisten  tanpa  dukungan karyawan yang bisa  memenuhi  tuntutan persaingan. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan  inovator sangat memperhatikan masalah  pelatihan  karyawan, pemberdayaan, dan juga sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi.  Benih-benih inovasi akan tumbuh baik  pada  perusahaan-perusahaan  yang selalu menstimulasi karyawan, dan  mendorong  ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi,  perusahaan terus berusaha untuk  mendemokratisasikan inovasi.

Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_organisasi

Bab 13/14 Revisi - 2.Tipopologi Budaya Organisasi

Selain esensi dan fungsi-fungsi yang dikemukakan diatas, perilaku para anggota suatu organisasi juga ditentukan oleh pilihan manajemen atas tipe budaya yang dianut. Dari teori tentang budaya organisasi, menurut Siagian (2002:200-201) diketahui empat tipe budaya organisasi, yaitu:
a.   Tipe akademi
Dalam organisasi, para anggotanya diharapkan atau bahkan dituntut untuk menampilkan prestasi yang semaksimal mungkin.
b.   Tipe klub
Seorang anggota organisasi yang baik diharapkan memenuhi kriteria kecocokan, loyalitas, dan komitmen.
c.   Tipe tim olah raga
Dalam organisasi keberhasilan akan diraih apabila para anggotanya mampu bekerja sebagai tim dan bukan selaku ’pemain individual’.
d.   Tipe benteng
Organisasi dimaksudkan untuk keamanan para anggota organisasinya.


Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_organisasi

Bab 13/14 Revisi - 1.Pengertian Dan Fungsi Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam

Fungsi Budaya Organisasi
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan
d iri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_organisasi

Bab 11/12 Revisi - 4.Implikasi Manajerial

Pada bagian ini peneliti menyajian bergagai implikasi kebijakan yang dapat dihubungkan dengan temuan-temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini. Implikasi manajerial memberikan kontribusi praksis bagi manajemen.

Bab 11/12 Revisi - 3.Perencanaan Strategi Pengembangan Organisasi

Semua kegiatan perencanaan pada dasarnya melalui 4 tahapan berikut ini.

Tahap 1 : Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan
Perencanaan dimulai dengankeputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja.Tanpa rumusan tujuan yang jelas, organisasi akan menggunakan sumber daya sumberdayanya secara tidak efektif.

Tahap 2 : merumuskan keadaan saat ini
Pemahaman akan posisi perusahaansekarang dari tujuan yang hendak di capai atau sumber daya-sumber daya yang tersediauntuk pencapaian tujuan adalah sangat penting, karena tujuan dan rencana menyangkutwaktu yang akan datang. Hanya setelah keadaan perusahaan saat ini dianalisa, rencanadapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut. Tahap kedua inimemerlukan informasi-terutama keuangan dan data statistik yang didapat melaluikomunikasi dalam organisasi.

Tahap 3 : mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan
Segala kekuatan dankelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukurkemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor lingkungan intren dan ekstern yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya,atau yang mungkin menimbulkan masalah. Walau pun sulit dilakukan, antisipasi keadaan,masalah, dan kesempatan serta ancaman yang mungkin terjadi di waktu mendatang adalahbagian esensi dari proses perencanaan.

Tahap 4 : mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaiantujuan
Tahap terakhir dalam proses perncanaan meliputi pengembangaan berbagai alternatif kegiatan untuk pencapaian tujuan, penilaian alternatif-alternatif tersebut danpemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) diantara berbagai alternatif yang ada.


Sumber :

http://dessymarantika7.blogspot.com/2013/04/perubahan-dan-pengembangan-organisasi.html

Bab 11/12 Revisi - 2.Langkah-langkah Perubahan Organisasi

Langkah langkah dalam mewujudkan perubahan organisasi, Langkah tersebut terdiri dari :
1.   Mengadakan Pengkajian : Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap organisasi apapun tidak dapat menghindarkan diri dari pengaruh daripada berbagai perubahan yang terjadi di luar organisasi. Perubahan yang terjadi di luar organisasi itu mencakup berbagai bidang, antara lain politik, ekonomi, teknologi, hukum, sosial budaya dan sebagainya. Perubahan tersebut mempunyai dampak terhadap organisasi, baik dampak yang bersifat negatif maupun positif. Dampak bersifat negatif apabila perubahan itu menjadi hambatan bagi kelancaran, perkembangan dan kemajuan organisasi. Dampak bersifat positif apabila perubahan itu dapat memperlancar kegiatan, perkembangan dan kemajuan organisasi atau dalam bentuk kesempatan-kesempatan baru yang tidak tersedia sebelumnya.
2.   Mengadakan Identifikasi : Yang perlu diidentifikasi adalah dampak perubahan perubahan yang terjadi dalam organisasi. Setiap faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan organisasi harus diteliti secara cermat sehingga jelas permasalahannya dan dapat dipecahkan dengan tepat.
3.   Menetapkan Perubahan : Sebelum langkah-langkah perubahan diambil, pimpinan organisasi harus yakin terlebih dahulu bahwa perubahan memang harus dilakukan, baik dalam rangka meningkatkan kemampuan organisasi maupun dalam rangka mempertahankan eksistensi serta pengembangan dan pertumbuhan organisasi selanjutnya.
4.   Menentukan Strategi : Apabila pimpinan organisasi yakin bahwa perubahan benar-benar harus dilakukan maka pemimpin organisasi haru segera menyusun strategi untuk mewujudkannya.
5.   Melakukan Evaluasi : Untuk mengetahui apakah hasil dari perubahan itu bersifat positif atau negatif, perlu dilakukan penilaian. Apabila hasil perubahan sesuai dengan harapan berarti berpengaruh postif terhadap organisasi, dan apabila sebaliknya berarti negatif.
6.   Mengadakan perubahan struktur organisasi.
7.   Mengubah sikap dan perilaku pegawai.
8.   Mengubah tata aliran kerja.
9.   Mengubah peralatan kerja.
10.        Mengubah prosedur kerja.
11.        Mengadakan perubahan dalam hubungan kerja antar-personal.



Sumber :

http://dessymarantika7.blogspot.com/2013/04/perubahan-dan-pengembangan-organisasi.html

Bab 11/12 Revisi - 1.Pengertian Perubahan Dan Pengembangan

PENGERTIAN PERUBAHAN ORGANISASI
Pengertian Perubahan Organisasi adalah suatu variasi dari cara-cara yang telah mapan,yang selama ini berlangsung dalam organisasi dan dipergunakan serta ditaati oleh anggota organisasi dalam melakukan aktivitasnya dan berbeda dari apa yang selama ini ada dan telah berlaku dalam organisasi.
Pengertian Pengembangan Organisasi adalah suatu pendekatan sistematik, terpadu dan terencana untuk meningkatkan efektivitas organisasi serta memecahkan masalah-masalah (seperti kutrangnya kerja sama/koperasi, desentralisasi yang berlebihan dan kurang cepatnya komunikasi dan sebagainya) yang merintangi efisiensi pengoperasian pada semua tingkatan.

PENGERTIAN PENGEMBANGAN ORGANISASI
Pengembangan organisasi merupakan proses terencana untuk mengembangkan kemampuan organisasi dalam kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berubah, sehingga dapat mencapai kinerja yang optimal yang dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi. Pengembangan Organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektivitas keorganisasian dengan mengintegrasikan keinginan individu akan pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian.

Sumber :

http://dessymarantika7.blogspot.com/2013/04/perubahan-dan-pengembangan-organisasi.html

Bab 9/10 Revisi - 4.Implikasi Manajerial Desain Dan Struktur Organisasi

Dapat menghasilkan struktur atau susunan yang berkualitas didalam suatu organisasi, karena ada teori yang mengatakan posisi adalah kualitas maka setiap orang yang menempati posisi yang ia kuasai dalam suatu organisasi akan menghasilkan kontribusi besar dalam suatu organisasi tersebut. itulah alasan mengapa diperlukan implikasi manajerial desan dan struktur organisasi



Sumber :

http://romynited.blogspot.com/2013/04/desain-dan-struktur-organisasi.html

Bab 9/10 Revisi - 3.Model-Model Desain Organisasi

1. Desain Organisasi Mekanistik.
·         Proses kepemimpinan tidak mencakup persepsi tentang keyakinan dan kepercayaan.
·         Proses motivasi hanya menyadap motif fisik, rasa, aman, dan ekonomik melalui perasaan takut dan sanksi.
·         Proses komunikasi berlangsung sedemikian rupa sehingga informasi mengalir ke bawah dan cenderung terganggu tidak akurat.
·         Proses interaksi bersifat tertutup dan terbatas, hanya sedikit pengaruh bawahan atas tujuan dan metode departemental.
·         Proses pengambilan keputusan hanya di tingkat atas, keputusan Relatif.
·         Proses penyusun tujuan dilakukan di tingat puncak original, tanpa mendorong adanya partisipasi kelompok.
·         Proses kendali dipusatkan dan menekankan upaya memperhalus kesalahan.

2. Desain Orgranisasi Orgranik.
·         Proses kepemimpinan mencakup persepsi tentang keyakinan dan kepercayaan antara atasan dan bawahan dalam segala persoalan.
·         Proses motivasi berusaha menimbulkan motivasi melalui metode Partisipasi.
·         Proses komunikasi berlangsung sedemikian rupa sehingga informasi mengalir secara bebas keseluruh orgranisasi yaitu ke atas ke bawah dan kesamping.
·         Proses interaksi bersifat terbuka dan ekstensif, bai atasan ataupun bawahan dapat mempengaruhi tujuan dan metode partemental.
·         Proses pengambilan keputusan dilaksanakan di semua tingkatan melalui proses kelompok.
·         Proses penyusunan tujuan mendorong timbulnya partisipasi kelompok untuk menetapkan sasaran yang tinggi dan realistis.
·         Proses kendali menyeber ke seluruh orgranisasi dan menekan pemecahan masalah dan pengendalian diri.


Sumber :

http://romynited.blogspot.com/2013/04/desain-dan-struktur-organisasi.html

Bab 9/10 Revisi - 2.Departementalisasi

Pengertian Departementalisasi adalah proses penentuan cara bagaimana kegiatan yang dikelompokkan. Beberapa bentuk departementalisasi sebagai berikut :
1.       Fungsi
2.       Produk atau jasa
3.       Wilayah
4.       Langganan
5.       Proses atau peralatan
6.       Waktu
7.       Pelayanan
8.       Alpa – numeral
9.       Proyek atau matriks

Departementalisasi fungsional mengelompokkan fungsi – fungsi yang sama atau kegiatan – kegiatan sejenis untuk membentuk suatu satuan organisasi. Organisasi fungsional ini barangkali merupakan bentuk yang paling umum dan bentuk dasar departementalisasi.
kebaikan utama pendekatan fungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi- funsi utama, menciptakan efisiensi melalui spesialisasi, memusatkan keahlian organisasi dan memungkinkan pegawai manajemen kepuncak lebih ketat terhadap fungsi-fungsi.
pendekatan fungsional mempunyai berbagi kelemahan. struktur fungsional dapat menciptakan konflik antar fungsi-fungsi, menyebabkan kemacetan-kemacetan pelaksanaan tugas yang berurutan pada kepentingan tugas-tugasnya, dan menyebabkan para anggota berpandangan lebih sempit serta kurang inofatif.

Departementalisasi Divisional :Organisasi Divisional dapat mengikuti pembagian divisi-divisi atas dasar produk, wilayah (geografis), langganan, dan proses atau peralatan. Struktur organisasi divisional atas dasar produk. setiap departemen bertanggung jawab atas suatu produk atau sekumpulan produk yang berhubungan (garis produk).

Divisionalisasi produk adalah pola logika yang dapat diikuti bila jenis-jenis produk mempunyai teknologi pemrosesan dan metode-metode pemasaran yang sangat berbeda satu dengan yang lain dalam organisasi. Sturktur organisasi divisional atas dasar wilayah. Departementalisasi wilayah , kadang-kadang juga disebut depertementalisasi daerah , regional atau geografis , adalah pengelompokkan kegiatan-kegiatan menurut tempat dimana operasi berlokasi atau dimana satuan-satuan organisasi menjalankan usahanya.



Sumber :

http://zhaxiann.blogspot.com/2013/04/desain-dan-struktur-organisasi.html

Bab 9/10 Revisi - 1.Dimensi Struktur Organisasi

Kompleksitas merujuk pada tingkat diferensiasi yang ada di dalam sebuah organisasi. Diferensiasi horisontal mempertimbangkan tingkat pemisahan horisontal di antara unit-unit. Diferensiasi vertikal merujuk pada kedalaman hierarki organisasi. Diferensiasi spasial meliputi tingkat sejauh mana lokasi fasilitas dan para pegawai organisasi tersebar secara geografis. Peningkatan pada masalah satu dari ketiga faktor tersebut akan meningkatkan kompleksitas sebuah organisasi.

Diferensiasi horisontal
Diferensiasi horisontal merujuk pada tingkat diferensiasi antara unit-unit berdasarkan orientasi para anggotanya, sifat dari tugas yang meeka laksanakan, dan tingkat pendidikan serta pelatihannya.

 Diferensiasi vertikal
Diferensiasi vertikal merujuk pada kedalaman struktur. Diferensiasi meningkat, demikian pula kompleksitasnya karena jumlah tingkatan hierarki di dalam organisasi bertambah. Makin banyak tingkatan yang terdapat di antara top management dan tingkat yang paling rendah, maka makin besar pula potensi terjadinya distorsi dalam komunikasi, dan makin sulit mengkoordinasi pengambilan keputusan dari pegawai manajerial, serta makin sukar bagi top management untuk mengawasi kegiatan bawahannya.

Diferensiasi spasial
Diferensiasi spasial merujuk pada tingkat sejauh mana lokasi dari kantor, pabrik, dan personalia sebagai sebuah organisasi tersebar secara geografis. Diferensiasi spasial dapat dilihat sebagai perluasan dari dimensi dan dan diferensiasi horizontal dan vertikal. Artinya, adalah mungkin untuk memisahkan tugas dan pusat kekuasaan secara geografis. Pemisahan ini mencakup penyebaran jumlah maupun jarak.

Formalisasi
Formalisasi merujuk pada tingkat sejauh mana pekerjaan di dalam organisasi itu distandardisasikan. Jika formalisasi rendah, perilaku para pegawai relatif tidak terprogram. Karena kebijakan dari seseorang di dalam pekerjaannya berbanding terbalik dengan jumlah perilaku yang diprogramkan lebih dahulu oleh organisasi, maka makin besar standardisasi, makin sedikit pula jumlah masukan mengenai bagaiman suatu pekerjaan harus dilakukan oleh seorang pegawai. Standardisasi bukan hanya menghilangkan kemungkinan para pegawai untuk berperilaku secar lain, tetapi juag menghilangkan kebutuhan bagi para pegawai untuk mempertimbangkan aternatif.

Sentralisasi
Sentralisasi adalah yang paling problematis dari ketiga komponen. Sentralisasi dinyatakan sebagai sejauh mana kekuasaan formal dapat membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan dikonsentrasikan pada satu individu, sebuah unit, atau suatu tingkat (biasanya pada tingkat tinggi dalam organisasi), dengan demikian pegawai (biasanya berada di bagian bawah organisasi) hanya memperoleh masukan yang minim dalam pekerjaan mereka. Istilah sentralisasi merujuk kepada tingkat dimana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal di dalam organisasi. Konsentrasi yang tinggi menyatakan adanya spesialisasi yang tinggi, sedangkan konsentrasi yang rendah menunjukkan adanya desentralisasi. Tingkat kontrol yang dimiliki seseorang dalam seluruh proses pengambilan keputusan dapat digunakan sebagai sebuah ukuran mengenai sentralisasi. Kelima langkah dalam proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: mengumpulkan informasi untuk diteruskan kepada pengambil keputusan mengenai apa yang dapat dilakukan; memproses dan menginterpretasikan informasi tersebut untuk memberi saran kepada pembuat keputusan mengenai apa yang harus dilakukan; membuat pilihan mengenai apa yang hendak dilakukan; memberi wewenang kepada orang lain mengenai apa yang hendak dilakukan.



Sumber :

http://candra-zulisman.blogspot.com/2013/04/dimensi-struktur-organisasi.html

Bab 7/8 Revisi - 4.Implikasi Manajerial Kepemimpinan Dalam Organisasi

Teori Managerial Grid
Teori dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mouton yang membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan, yaitu “concern for people” dan “concern for production”. Pada dasarnya teori managerial grid ini mengenal lima gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek tersebut, yaitu :
1.       Improvised artinya pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi.
2.       Country Club artinya kepemimpinann didasarkan kepada hubungan informal antara individu artinya perhatian akan kebutuhan individu dengan persahabatan dan menimbulkan suasana organisasi dan tempo kerja yang nyaman dan ramah.
3.       Team yaitu kepemimpinan yang didasarkan bahwa keberhasilan suatu organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh dengan pengabdian dan komitmen. Tekanan untama terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu sama lain saling memerlukan. Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan dan penghargaan.
4.       Task artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai factor utama keberhasilan organisasi. Penampilan terletak pada penampilan individu dalam organisasi.
5.       Midle Road artinya kepemimpinan yang menekankan pada tingkat keseimbangan antara tugas dan hubungan manusiawi , dengan kata lain kinerja organisasi yang mencukupi dimungkinkan melalui penyeimbangan kebutuhan untuk bekerja dengan memelihara moral individu pada tingkat yang memuaskan.

Implikasi Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Dalam teori manajerial grid terdapat dua orientasi yang dijadikan ukuran yaitu berfokus pada manusia dan pada tugas. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya hubungan antar individu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepada bawahan. Sebagai seorang pemimpin, bertugas memberikan arahan serta bimbingan terhadap bawahannya, sehingga mereka dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Implikasi teori ini terhadap system komunikasi organisasi adalah bahwa teori ini memandang pentingnya komunikasi dalam menjalankan kepemimpinan dengan lima gaya yang berbeda dari para pemimpin. Adanya orientasi terhadap dua aspek tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam organisasi harus memperhatikan hubungan antar individu satu dengan lainnya sebagai motivasi dalam mengerjakan tugas. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu terjun diberbagai kalangan baik itu dengan para pimpinan lainnya, maupun dengan bawahan sebagai asset berharga organisasi. Semua ini terjalin apbila pemimpin tersebut memiliki pendekatan perilaku yang baik. Hal ini membutuhkan komunikasi yang efektif.
Menurut Blake dan Mouton, gaya kepemimpinan team merupakan gaya kepemimpinan yang paling disukai. Kepemimpinan gaya ini berdasarkan integrasi dari dua kepentingan yaitu pekerjaan dan manusia. Pada umumnya, kepemimpinan gaya team berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu apabila mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu, dalam kepemimpinan gaya team terdapat kesepkatan untuk melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil yang terbaik yang mungkin dapat dicapai.

Teori X dan Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas Mc. Gregor (1967), yang memiliki pandangan berbeda mengenai manusia yaitu pada dasarnya manusia bersifat negative (Teori X), dan bersifat positif (Teori Y). Mc. Gregor menyimpulkan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat manusia didasarkan pada pengelompkkkan asumsi tertentu dan manajer tersebut cenderung membentuk perilakunya terhadap bawahan sesuai dengan asumsi tersebut. Dalam teori X, terdapat empat asumsi, diantaranya :
1.       Bawahan tidak suka bekerja dan bilamana mungkin, akan berusaha menghindarinya
2.       Karena bawahan tidak suka bekerja, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman
3.       Bawahan akan mengellakkan tanggung jawab dan sedapat mungkin hanya mengikuti perintah formal
4.       Kebanyakan bawahan mengutamakan rasa aman (agar tidak ada alasan untuk dipecat) dan hanya menunjukkan sedikit ambisi
Sedangkan, dalam teori X diasumsikan bahwa :
1.       Bawahan memandang bahwa pekerjaan sama alamiahnya dengan istirahat dan bermain
2.       Seseorang yang memiliki komitmen pada tujuan akan melakukan pengarahan dan pengendalian diri
3.       Seseorang yang biasa-biasa saja dapat belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab
4.       Kreativitas yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang baik (pendelegasian wewenang dan tanggung jawab)

Impilkasi Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Teori ini memusatkan bagaimana seorang pemimpin memotivasi orang-orang dengan tipe X dan Y sehingga mampu berkontribusi dalam organisasi. Tipe X yang cenderung malas bekerja dan menyukai diperintah, mungkin akan membuthkan saluran komunikasi yang formal, dimana pemimpin menginstruksikan berbagai perintah secara formal. Berbeda dengan tipe Y, antara pemimpin dengan bawahan akan lebih sering berkomunikasi secara informal atau partisipatif. Hal ini dilakukan karena kedua belah pihak sudah saling memahami dan bawahan memiliki pengalaman yang sudah baik.
Motivasi yang diberikan kepada tipe X, mungkin akan cenderung dengan oemberian hukuman yang tegas, sehingag berbagai peraturan tertulis sebagai media komunikasi akan sangat dibutuhkan. Sedangkan untuk tipe X, komunikasi akan sangat mempengaruhi karena motivasi yang diberikan lebih cenderung kepada aktualisasi diri untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan atau kebijakan dalam organisasi.

Teori Kepemimpinan Situasional
Teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard (1974, 1977). Teori kepemimpinan situasional merupakan pengembangan dari penelitian kepemimpinan yang diselesaikan di Ohio State University (Stogdill dan Coons, 1957). Teori ini bersaumsi bahwa pemimpin yang efektif tergantung pada kematangan bawahan dan kemapuan pemimpin untuk menyelesaikan orientasinya, baik orientasi tugas maupun hubungan kemanusiaan. Taraf kematangan bawahan terentang dalam satu kontinum dari immatery ke maturity. Semakin dewasa bawahan, semakin matang individu atau kelompok untuk melakukan tugas atau hubungan. Dalam kepemimpinan situasional ini, Hersey dan Blanchard mengemukakan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut :
1.       Telling (S1), yaitu perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan tugas rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu arah, dimana pemimpin yang berperan.
2.       Selling (S2), perilaku dengan tigas tinggi dan hubungan tinggi. Kebanyakan pengarahan masih dilakukan oleh pemimpin, tetapi sudah mencoba komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional supaya bawahan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
3.       Participating (S3), yaitu perilaku hubungan tinggi tugas rendah. Pemimpin dan bawahan sama-sama memberikan kontribusi dalam mengambil keputusan melalui komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu dan berpengalaman untuk melaksanakan tugas.
4.       Delegating (S4), yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberikan kesempatan kepada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri melalui pendelegasian dan supervise yang bersifat umum. Yang dipimpin adalah orang yang sudahj matang dalam melaksanakan tugas dan matang pula secara psikologis.

Implikasi Partisipatif dan Teori Kepemimpinan Situasional Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Dalam system komunikasi organisasi, partisipatif telah menggunakan komunikasi dua arah, yaitu system atau pola komunikasi yang akan menghasilkan umpan balik secara langsung dari komunikan untuk dijadikan evaluasi. Pemimpin akan sering berkomunikasi dengan bawahan dalam merumuskan hal-hal yang dapat dirumuskan dengan bawahan. Hal ini menunjukkan bahwa komuniksai harus berfungsi juga sebagai persuatif dan regulative. Kepemimpinan situasional memungkinkan seorang pemimpin melaksanakan kepemimpinannya sesuai dengan kondisi yang terjadi. Untuk komunikasi satu arah seperti Telling, mengharuskan pemimpin untuk lebih banyak mengarahkan, hal ini dilakukan agar tugas yang dilaksanakan sesuai dengan alur atau tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi satu arah akan mengalami kesulitan dalam menerima umpan balik sebagai evaluasi bagi organisasi. Terkadang dengan komunikasi satu arah, kondisi kerja akan terasa kaku karena bersifat formal.
Dalam kepemimpinan situsional yang dikembangkan menjadi empat bagian, membutuhkan komunikasi karena pada dasarnya kepemimpinan mempengaruhi orang. Dalam kepemimpinn ini, Delegating dengan tugas dan perilaku yang rendah menjdi aspek yang paling disukai apabila bawahan memiliki tingkat kesiapan yang tinggi, karena ada kebebasan dan kepercayaan dari pemimpin untuk berpartisipasi.

Sumber :

http://nenkiemas.wordpress.com/2011/09/25/implikasi-teori-kepemimpinan-terhadap-pengembangan-sistem-komunikasi-organisasi-2/

Bab 7/8 Revisi - 3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan

faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan Davis menyimpulkan ada empat faktor yang mempengaruhi kepemimpinan dalam organisasi, yaitu :
·         Kecerdasan : seorang pemimpin harus mempunyai kecerdasan yang melebihi para anggotanya
·         Kematangan dan keluasan sosial(Social manutary and breadth) : seorang pemimpin biasanya memiliki emosi yang stabil, matang, memiliki aktivitas dan pandangan yang ckup matang
·         Motivasi dalam dan dorongan prestasi(Inner motivation and achievement drives) : dalam diri seorang pemimpin harus mempunyai motivasi dan dorongan untuk mencapai suatu tujuan

·         Hubungan manusiawi : pemimpin harus bisa mengenali dan menghargai para anggotanya Menurut Greece, di dalam suatu organisasi, hubungan antara bawahan dengan pimpinan bersifat saling mempengaruhi. 

Bab 7/8 Revisi - 2.Tipologi Kepemimpinan

1. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya, Dalam tindakan pengge-rakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.

2. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan, Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya, Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

3. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective), jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.

4. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.

5. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.




Sumber :

Bab 7/8 Revisi - 1.Teori Dan Arti Penting Kepemimpinan

Arti penting pemimpin adalah arti penting dari sikap dan kewibawaan kita di mana kita berdiri.
ini sangat penting karna distiap lingkup kita harus memiliki jiwa kepemimpinan, seperti pria mereka harus memiliki jiwa kepemimpinan, karna mau tidak mau mereka akan jadi pemimpin diri sendiri, keluarga maupun ruang lingkupnya. jadi jiwa kepemimpinan harus kita tanamkan pada waktu dini agar kita terbiasa.

Genetic Theory

Pemimpin adalah dilahirkan dengan membawa sifat-sifat kepemimpinan dan tidak perlu belajar lagi. Sifat utama seorang pemimpin diperoleh secara genetik dari orang tuanya.

Traits theory

Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. Karakter yang harus dimiliki seseorang manurut judith R. Gordon mencakup kemampuan istimewa dalam:
- Kemampuan Intelektual
- Kematangan Pribadi
- Pendidikan
- Statuts Sosial Ekonomi
- Human Relation
- Motivasi Intrinsik
- Dorongan untuk maju

Ronggowarsito menyebutkan seorang pemimpin harus memiliki astabrata, yakni delapan sifat unggul yang dikaitkan dengan sifat alam seperti tanah, api, angin, angkasa, bulan, matahari, bintang.

Behavioral Theory

Karena keterbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui trait, para peneliti mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti perilaku pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Konsepnya beralih dari siapa yang memiliki memimpin ke bagaimana perilaku seorang untuk memimpin secara efektif.


Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan.

Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).

Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa. Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain:

a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.

b. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
1. Teori-teori dalam Kepemimpinan

a) Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah: – pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif; – kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.

b) Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:

* Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.

* Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443).

c) Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah :
·         Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
·         Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
·         Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
·         Norma yang dianut kelompok;
·         Rentang kendali;
·         Ancaman dari luar organisasi;
·         Tingkat stress;
·         Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:

a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.

b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila: * Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik; * Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi; * Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.

c. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah * Memberitahukan;
·         Menjual;
·         Mengajak bawahan berperan serta;
·         Melakukan pendelegasian.

d. Model ” Jalan- Tujuan ”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.

e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” :
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.

sumber:

http://cybermanado.blogspot.com/2012/04/leadership-teori-kepemimpinan.html